Berbagi Pengalaman dan Harapan
Seorang TPM ditingkat Kecamatan
Waktu dibentuknya
Tupoksi ini, pernah saya bertanya di Musyawarah Desa Sosialisasi di tingkat
Kecamatan, tugas sebagai seorang TPM itu apa ? kenapa sudah dibentuk belum ada
eksen atau kegiatan yang jobnya diserahkan ke TPM. Kemudian pertanyaan saya ini
dijawab oleh salah satu nara sumber yaitu FK dan FT di kecamatan saya, nanti
pak setelah bapak di TOT, bapak akan tahu tugas dan tanggung jawab panjenengan,
begitu inti jawaban dari pertanyaan saya.
Kemudian mulailah
kami mendapat undangan untuk mengikuti pelatihan yang diadakan ditingkat Kabupaten, dari Pelatihan Dasar, TOT
lanjutan, dan pelatihan-pelatihan yang lain sebagai bekal dan pendukung sebagai
seorang TPM. Disitulah saya baru mulai mengerti tugas dan tanggungjawab sebagai
TPM, kenapa juga pemerintah “memperdayakan”
masyarakat di semua aspek program kegiatan PNPM, termasuk didalamnya dibentuknya
TPM.
Ternyata tugas dan
tanggungjawab seorang TPM di tingkat Kecamatan maupun Kabupaten sangat banyak, yang tadinya saya bingung mau bekerja apa,
sekarang justru mana dulu yang mau dikerjakan itulah yang saya kelakarkan (
obrolkan) bersama pelaku yang lain di kecamatan. Begitu banyak Kegiatan
pelatihan yang ada ditingkat kecamatan.
Sebagai seorang TPM
selain harus mampu meyusun program pelatihan,merancang program, bahkan juga
harus mampu sebagai “corong” sekaligus “kamus”nya atau “nara sumbernya” para pelaku ditingkat desa, baik itu : Pemerintah Desanya, Lembaganya, dan
Tokoh masyarakat peduli atau siapa sajalah yang ada hubunganya atas nama masyarakat.
Maka seorang TPM harus punya nilai ‘LEBIH’. Ibarat orang mau berjualan di
masyarakat, harus punya kiat dan daya tarik tersendiri. Sehingga masyarakat
tertarik untuk “memebeli”apa yang kita “jual” (informasikan).
Untuk punya nilai “lebih”
maka terus menerus TPM harus banyak dibekali, dilatih, di coba sebagai seorang
Trainer yang handal, seorang TPM harus diberi Ruang Belajar yang lebih untuk menimba ilmu
baik di Ruang Belajar Mayarakat (RBM)
ataupun ruang yang lainya baik itu ditingkat kabupaten maupun ditingkat yang
lebih tinggi. Untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas sebagi seorang TPM. Harapan
kami RBM adalah sebagai “BANK” yang bisa menampung
input dan memberikan output bagi
seorang TPM pada khusunya bahkan pelaku atau Tupoksi yang lainya. Sehingga
bekal dan materi yang kita dapat, baik masalah RBM itu sendiri, Hukum, dan
semua yang berkaitan tentang semua kebijakan pemerintah dapat kami terima
dengan jelas dan baik dengan kata lain
“CUKUP” bagi kami, Sehingga bisa kami tularkan ditingkat kecamatan ataupun Desa dengan tidak
“keliru”.
Menyadarkan
masyarakat untuk peduli/berpartisipatif dengan aktif baik dalam tingkat penyusunan,
proses, sampai dengan pelestarian memang tidak mudah, tetapi saya percaya jika
ini kita informasikan dengan intens/terus menerus dengan cara memberikan
“RUANG” belajar masyarakat yang lebih luas, sehingga masyarakat dapat dengan nyaman
aktif dan berpartisipatif dalam : mengatur,menata,mengawasi melestarikan dan
sekaligus dapat mengimplemanetasikan apa yang mereka bisa dan mereka punya.
Yang saya rasakan
saat ini menjadi seorang TPM, banyak sekali pembelajaran yang saya terima dan
saya rasakan. Sehingga saya berharap :
·
Pembekalan dan pelatihan bagi
seorang TPM masih dirasa sangat kurang dan perlu,masih perlu diberi sangu ilmu,
perlu diberi “RUANG”, untuk belajar banyak tentang segala sesuatu, guna
menunjang dan mendukung bagi seorang TPM.
·
Perlu diberikan keleluasaan untuk
mengatur, mengelola bahkan yang tak kalah penting diberikan kesempatan untuk
menjadi nara sumber atua trainer dalam pelatihan itu sendiri sehingga
pembelajaran itu sangat berharga untuk kita jadi tau dimana kekurangan kita,
untuk kemudian kita evaluasi diri, tentu saja pamomongan (pendampingan) dari Nara
Sumber ditingkat yang lebih atas, FasKab, FK dan FT adalah mutlak diperlukan.
Ada beberapa kendala
kecil yang saya rasakan,saya lihat dari versi kacamataa saya :
1.
ke lima ( 5 ) orang TPM di tingkat
kecamatan belum semua ikut ambil bagian dalam kegitan dengan optimal.
2.
Kesibukan / danTugas selain di TPM, jadi hanya disambi sebagai
seorang TPM, sehingga perlu personalnya di evaluasi.
3.
Kurang kepedulianya pribadi seseorang
itu, jadi “luweh-luweh” ( masa bodoh )
4.
Dan yang terakhir hasil “jerih
payah”tidak timbang dari pada Tanggungjawabnya.
Demikian
apa yang saya rasakan dan saya harapkan saat ini, sebagai salah satu TPM ditingkat Kecamatan. Kemungkinan apa yang
saya rasakan dan harapkan sedikit banyak mewakili TPM Kecamatan yang lainya, Semoga
bermanfaat bagi para pembaca.trims
Tidak ada komentar:
Posting Komentar