Selasa, 29 November 2011

Pengalaman TPM


Berbagi Pengalaman dan  Harapan
Seorang  TPM ditingkat Kecamatan
Waktu dibentuknya Tupoksi ini, pernah saya bertanya di Musyawarah Desa Sosialisasi di tingkat Kecamatan, tugas sebagai seorang TPM itu apa ? kenapa sudah dibentuk belum ada eksen atau kegiatan yang jobnya diserahkan ke TPM. Kemudian pertanyaan saya ini dijawab oleh salah satu nara sumber yaitu FK dan FT di kecamatan saya, nanti pak setelah bapak di TOT, bapak akan tahu tugas dan tanggung jawab panjenengan, begitu inti jawaban dari pertanyaan saya.
Kemudian mulailah kami mendapat undangan untuk mengikuti pelatihan yang diadakan  ditingkat Kabupaten, dari Pelatihan Dasar, TOT lanjutan, dan pelatihan-pelatihan yang lain sebagai bekal dan pendukung sebagai seorang TPM. Disitulah saya baru mulai mengerti tugas dan tanggungjawab sebagai TPM,  kenapa juga pemerintah “memperdayakan” masyarakat di semua aspek program kegiatan PNPM, termasuk didalamnya dibentuknya TPM. 
Ternyata tugas dan tanggungjawab seorang TPM di tingkat Kecamatan maupun Kabupaten sangat banyak,  yang tadinya saya bingung mau bekerja apa, sekarang justru mana dulu yang mau dikerjakan itulah yang saya kelakarkan ( obrolkan) bersama pelaku yang lain di kecamatan. Begitu banyak Kegiatan pelatihan yang ada ditingkat kecamatan.
Sebagai seorang TPM selain harus mampu meyusun program pelatihan,merancang program, bahkan juga harus mampu sebagai “corong” sekaligus “kamus”nya atau “nara sumbernya”  para pelaku ditingkat desa,  baik itu : Pemerintah Desanya, Lembaganya, dan Tokoh masyarakat peduli atau siapa sajalah yang ada hubunganya atas nama masyarakat. Maka seorang TPM harus punya nilai ‘LEBIH’. Ibarat orang mau berjualan di masyarakat, harus punya kiat dan daya tarik tersendiri. Sehingga masyarakat tertarik untuk “memebeli”apa yang kita “jual” (informasikan).
Untuk punya nilai “lebih” maka terus menerus TPM harus banyak dibekali, dilatih, di coba sebagai seorang Trainer yang handal, seorang TPM harus diberi  Ruang Belajar yang lebih untuk menimba ilmu baik  di Ruang Belajar Mayarakat (RBM) ataupun ruang yang lainya baik itu ditingkat kabupaten maupun ditingkat yang lebih tinggi. Untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas sebagi seorang TPM. Harapan kami RBM adalah sebagai “BANK” yang bisa menampung input dan memberikan output bagi seorang TPM pada khusunya bahkan pelaku atau Tupoksi yang lainya. Sehingga bekal dan materi yang kita dapat, baik masalah RBM itu sendiri, Hukum, dan semua yang berkaitan tentang semua kebijakan pemerintah dapat kami terima dengan jelas dan  baik dengan kata lain “CUKUP” bagi kami, Sehingga bisa kami tularkan  ditingkat kecamatan ataupun Desa dengan tidak “keliru”.
Menyadarkan masyarakat untuk peduli/berpartisipatif dengan aktif baik dalam tingkat penyusunan, proses, sampai dengan pelestarian memang tidak mudah, tetapi saya percaya jika ini kita informasikan dengan intens/terus menerus dengan cara memberikan “RUANG” belajar masyarakat yang lebih luas, sehingga masyarakat dapat dengan nyaman aktif dan berpartisipatif dalam : mengatur,menata,mengawasi melestarikan dan sekaligus dapat mengimplemanetasikan apa yang mereka bisa dan mereka punya.
Yang saya rasakan saat ini menjadi seorang TPM, banyak sekali pembelajaran yang saya terima dan saya rasakan. Sehingga saya berharap :
·         Pembekalan dan pelatihan bagi seorang TPM masih dirasa sangat kurang dan perlu,masih perlu diberi sangu ilmu, perlu diberi “RUANG”, untuk belajar banyak tentang segala sesuatu, guna menunjang dan mendukung bagi seorang TPM.
·         Perlu diberikan keleluasaan untuk mengatur, mengelola bahkan yang tak kalah penting diberikan kesempatan untuk menjadi nara sumber atua trainer dalam pelatihan itu sendiri sehingga pembelajaran itu sangat berharga untuk kita jadi tau dimana kekurangan kita, untuk kemudian kita evaluasi diri, tentu saja pamomongan (pendampingan) dari Nara Sumber ditingkat yang lebih atas, FasKab, FK dan FT adalah mutlak diperlukan.
Ada beberapa kendala kecil yang saya rasakan,saya lihat dari versi kacamataa saya :
1.       ke lima ( 5 ) orang TPM di tingkat kecamatan belum semua ikut ambil bagian dalam kegitan dengan optimal.
2.       Kesibukan / danTugas  selain di TPM, jadi hanya disambi sebagai seorang TPM, sehingga perlu personalnya di evaluasi.
3.       Kurang kepedulianya pribadi seseorang itu, jadi “luweh-luweh” ( masa bodoh )
4.       Dan yang terakhir hasil “jerih payah”tidak timbang dari pada Tanggungjawabnya.
Demikian apa yang saya rasakan dan saya harapkan saat ini, sebagai salah satu  TPM ditingkat Kecamatan. Kemungkinan apa yang saya rasakan dan harapkan sedikit banyak mewakili TPM Kecamatan yang lainya, Semoga bermanfaat bagi para pembaca.trims 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar